“Sedang puasa saja sudah berhari raya, apalagi sesudah puasa. Selama ini kita sangka “1 bulan puasa 11 bulan Hari Raya” ternyata “Hari Raya sepanjang masa”. Tidak percaya pada “wa lal-akhiratu khoirun laka minal-ula”. (Emha Ainun Nadjib untuk Blogger Rembang, hehe…)
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Sebulan penuh kita berlatih mengendalikan hawa nafsu, sekarang kita sudah sampai pada hari raya Lebaran Idul Fitri 1432. Dalam tradisi kita sebagai muslim Indonesia, ada dua hal yang terkait dengan Idul Fitri, yaitu Dimaafkan dan Memaafkan. Namun ada juga Tidak Memaafkan dan semoga kita tidak melakukan yang tersebut terakhir ini. Berikut saya kutipkan tulisan yang cukup filosofis dan berbau sufi dari Cak Nun (Kyai Mbeling favorit saya hehe…) pada catatan FB Kenduri Cinta (http://www.facebook.com/notes/kenduri-cinta/dimaafkan-memaafkan-dan-tidak-memaafkan/430377006563):
Dimaafkan adalah kelegaan memperoleh rizqi, tapi Memaafkan adalah perjuangan yang sering tidak ringan dan membuat kita penasaran kepada diri sendiri. Tidak Memaafkan adalah suatu situasi psikologis dimana hati kita menggumpal, alias menjadi gumpalan, atau terdapat gumpalan di wilayah ruhani-Nya. Gumpalan itu benda padat, sedangkan gumpalan daging yang kita sebut dengan hati diantara dada dan perut itu bukanlah hati, melainkan indikator fisik dari suatu pengertian ruhani tentang gaib. Jika hati hanyalan gumpalan daging; ia tak bisa dimuati oleh iman atau cinta. Maka gumpalan daging itu sekedar tanda syari’at hati, sedangkan hakikatnya adalah watak ruhani.
Didalam kehidupan manusia, yang biasanya berupa gumpalan dalam hati, misalnya, adalah watak dendam. Dendam bersumber dari mitos tentang harga diri dan kelemahan jiwa. Manusia terlalu ‘GR’ atas dirinya sendiri, dan tidak begitu percaya bahwa ia ‘faqir indallah’: ’musnah dan menguap’ dihadapan Allah.
Kemudian cemburu. Ini watak yang juga mejadi ‘suku cadang’ dari hakikat cinta dan keindahan. Namun syari’atnya ia harus diletakkan pada konteks yang tepat. Hanya karena punya sepeda, saya tidak lantas jengkel dan cemburu kepada setiap orang yang memiliki mobil. Sambil makan di warung pinggir jalan tak usah kita hardik mereka yang duduk di kursi mengkilap sebuah restoran.
Sekali lagi saya mohon maaf cuman bisa copy paste tulisan orang lain karena saya merasa belum mempunyai cukup ilmu untuk menjelaskan tentang makna Idul Fitri dan tradisi maaf-memaafkan. Semoga bermanfaat untuk kita renungkan dan amalkan di hari Raya Lebaran seperti saat ini.
Kami segenap keluarga Gerbang (Komunitas Blogger Rembang) mengucapkan minal ‘aidin walfaizin, selamat Idul Fitri 1432-H. Mohon maaf lahir batin. Sesungguhnya puasa tak menunggu Ramadhan, berhari raya tak menunggu Idul Fitri, serta bersegeralah meminta maaf ketika berbuat salah kapanpun itu.