Saya pernah mendengar kisah tentang asal mula nama Rembang dari seseorang tua. Orang itu siapa? saya sendiri juga sudah lupa, maklum waktu kecil saya sering ikut nimbrung obrolan orang tua (nguping). Saya sendiri kurang tahu kebenaran kisah ini, keraguan ini muncul karena faktanya orang orang Rembang itu pandai mengarang ngarang cerita yang kemudian menjadi heboh dan bahkan menjadi tahayul. Cerita itu adalah, bahwa:
Kata “kerem kemambang” itu sendiri oleh si pencerita memiliki tiga kisah. Kisah yang pertama adalah bahwa konon, dulu di Rembang itu ada seorang empu (pembuat keris) yang mempercayai bahwa besi baja pada Jangkar Raksasa Dampo Awang itu memiliki kekuatan yang luar biasa. Si empu pun kemudian memberanikan diri untuk mengambil sedikit dari besi yang ada di Jangkar tersebut. Nah, setalah dipotong sedikit bagian dari besi jangkar tersebut, belum sempat membuat kerisnya, tiba tiba datanglah badai besar dan hujan lebat disusul pasangnya laut jawa (mungkin khususnya wilayah Rembang :D) yang kemudian banjir itu menenggelamkan wilayah tersebut, sehingga banyak rumah dan pepohonan yang hancur. Sebagian runtuhan runtuhan itu ada yang kerem (baca: tenggelam) dan kemambang (baca: mengapung). Maka, atas peristiwa besar tersebut, jadilah nama Kerem Kemambang yang kemudian jadi REMBANG. Benar tidaknya kisah ini silakan cari informasi lebih lanjut ke tetangga tetangga :D.
yang kedua ini saya dapat dari versi yang berbeda yaitu dari okezone.com, berikut kutipannya:
pada paragraph terakhir:
“Riwayat “Dampo Awang”, bagian dari sejarah Rembang. Asal kata/nama Rembang dari legenda itu. Saat armada Cheng-Ho/Dampo Awang diperairan laut Rembang, ada yang celaka. Jangkarnya tenggelam (Jawa; ke-Rem=karam) dan atap kayunya terapung (Jawa; kemam-Bang). Rangkaian kata itu menjadi, Rembang. Di Klenteng “Sam Po Kong” Semarang, ada altar keramat “Mbah Kyai Jangkar Dampo Awang”, juga dipercaya peninggalan armada Cheng-Ho”
Uraian di atas bukanlah sebuah cercaan ataupun hinaan terhadap sesama orang Rembang, tapi marilah kita jadikan renungan bahwa tugas kita sebagai generasi muda Rembang ini masihlah banyak dan berat. Kita wajib mencerdaskan warga kita dengan berbagai upaya positif yang memungkinkan ditempuh. Namun, jangan kaget ketika muncul pendapat “kalau kita cerdaskan mereka, maka akan hilang ciri khas Rembang yaitu “kerem kemambang” dan berarti kita merusak sejarah dan budaya” . ..
Apapun itu perubahannya, mengutip kata kata gus Fath (Sarang: kemenakan kiyahi Maemun Zubair) “munculnya paradigma baru akan selalu berbenturan dengan paradigma lain, mana yang kuat, itulah yang bertahan”.
Salam Wong Rembang